SAMARINDA – Sebanyak 118 Kepala Keluarga (KK) transmigran hingga kini masih menunggu kompensasi dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim), terkait peralihan lahan untuk pembangunan Stadion Utama Palaran yang menjadi venue utama Pekan Olahraga Nasional (PON) pada 2008 lalu.
Dari total 300 KK yang terdampak, Pemprov Kaltim sebenarnya telah mengalokasikan dana sekitar Rp35 miliar, dengan nilai kompensasi sebesar Rp500 juta per KK atas lahan seluas 15.000 meter persegi. Sebanyak 70 KK dan tambahan 14 KK lainnya yang berada di lokasi serupa telah menerima kompensasi. Namun, 118 KK sisanya masih belum mendapatkan penyelesaian.
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, menegaskan bahwa proses kompensasi ini memiliki dasar hukum yang kuat, yakni melalui putusan pengadilan yang bersifat mengikat.
“Putusan pengadilan sudah jelas menyatakan bahwa harus ada penggantian lahan. Namun karena lokasi awal telah dibangun dan menjadi aset pemerintah, maka tidak memungkinkan untuk dikembalikan dalam bentuk lahan di tempat yang sama,” ujar politisi Partai Golkar tersebut.
Permasalahan muncul karena sebagian masyarakat menolak lahan pengganti yang ditawarkan, lantaran lokasinya dianggap terlalu jauh dari wilayah semula. Hal ini membuat proses negosiasi antara warga dan pemerintah belum mencapai kesepakatan.
DPRD Kaltim, lanjut Salehuddin, saat ini mendorong penyelesaian melalui pendekatan hukum yang memungkinkan kompensasi diberikan dalam bentuk uang, tentunya dengan tetap mengacu pada mekanisme keuangan daerah.
“Jika nanti ada putusan lanjutan dari pengadilan yang membolehkan kompensasi dalam bentuk pembayaran langsung, maka itu bisa menjadi opsi yang kami dorong agar segera direalisasikan,” tegasnya.
Komisi I hingga IV DPRD Kaltim, tambahnya, telah sepakat untuk mendorong penyelesaian tuntas atas persoalan ini—baik melalui penggantian lahan maupun pembayaran kompensasi, tergantung kebijakan Pemprov dan kesepakatan bersama masyarakat.
“Insyaallah dalam waktu dekat kami akan berkoordinasi langsung dengan Gubernur atau Sekda untuk mencari celah hukum yang memungkinkan penyelesaian secara cepat dan adil,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim, Rozani Erawadi, menyatakan bahwa pemerintah daerah masih membuka kemungkinan menyelesaikan persoalan ini melalui pembayaran tunai.
“Jika nanti ada fatwa atau dasar hukum yang menyatakan kompensasi bisa diberikan dalam bentuk uang senilai Rp500 juta per KK dan Pemprov menyetujuinya, maka hal itu dapat dilakukan. Intinya, pemerintah tetap berpegang pada hukum dan siap menjalankan keputusan pengadilan atau kesepakatan yang sah,” jelas Rozani usai Rapat Dengar Pendapat, Kamis (1/5/2025).