SAMARINDA – Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2018, terdapat 10,2 persen balita yang mengalami wasting atau kasus gizi kurang. Dari angka tersebut, 3,5 persen diantaranya mengalami wasting yang parah.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020 hingga 2024, target menurunkan angka stunting dari 14 persen menjadi 7 persen pada tahun 2024 sebagai indikator pembangunan kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Jaya Mualimin, menyampaikan hal ini saat membuka kegiatan pelatihan terintegrasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Tata Laksana Gizi Buruk Provinsi Kaltim di Hotel Ibis Samarinda, pada hari Senin (20/11/2023).
Jaya mengungkapkan bahwa Indonesia menghadapi tiga masalah gizi pada balita, yaitu stunting, wasting, overweight, dan defisiensi zat gizi mikro.
“Kematian dan penyakit pada anak akibat gizi buruk lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang memiliki gizi baik. Oleh karena itu, penanganan yang cepat dan tepat diperlukan untuk mencegah kematian serta komplikasi yang lebih serius, dan juga untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak di masa depan,” ungkap Jaya.
Dia melanjutkan bahwa meskipun kasus gizi buruk masih banyak terjadi di masyarakat, jumlah laporan dan perawatan yang diterima masih tergolong rendah.
Selain itu, beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya jumlah balita gizi buruk yang mendapatkan perawatan adalah keterbatasan akses ke layanan kesehatan, kurangnya fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan terpadu bagi balita yang sakit sehingga kasus gizi buruk tidak terdeteksi, dan kurangnya kemampuan penyedia layanan dalam menangani kasus gizi buruk.
“Selain itu, pelaporan yang kurang lengkap dan kurangnya kesadaran keluarga untuk membawa balita yang mengalami gizi buruk ke tempat pelayanan kesehatan,” tambahnya. (ADV/RM)