SAMARINDA – Meningkatnya kasus penculikan anak di Kalimantan Timur (Kaltim), yang akhir-akhir ini ramai di media sosial membuat kekhawatiran di kalangan orang tua.
Terkini, heboh kasus hilangnya Tiga anak berinisial M (13), D (6), dan P (5) di Kecamatan Kembang Janggut, Kutai Kartanegara dilaporkan hilang dan diduga telah diculik oleh seorang pria yang dikenal oleh keluarga korban. Ketiga bersaudara itu dinyatakan hilang Sabtu (3/8/2024) lalu
Kuasa Hukum TRC PPA Sudirman, dalam sebuah wawancara, menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap anak-anak.
“Sebenarnya memang kembali kepada pengawasan. Pengawasan yang ketat, yang diperlakukan oleh orang tua,” ujar Sudirman Rabu (14/8/2024).
Ia menjelaskan bahwa fenomena ini bukan hanya terjadi di satu atau dua keluarga, melainkan hampir merata di berbagai kalangan. Kesibukan orang tua dalam pekerjaan dan rutinitas sehari-hari membuat mereka kurang kontrol terhadap anak-anak.
“Ya, hampir merata memang saking sibuknya para orang tua dengan pekerjaannya atau rutinitasnya setiap hari. Sehingga membuat mereka itu semacam kurang kontrol. Kurang kontrol terkait dengan anak-anak,” tambahnya.
Sudirman juga mengingatkan bahwa tidak semua informasi yang diberikan anak-anak melalui telepon atau WhatsApp dapat dipercaya sepenuhnya.
“Nah saat sekarang ini kan tidak bisa dipercaya begitu saja anak-anak ketika mereka katakan di lokasi ini bisa jadi mereka berada di lokasi yang lain. Jadi tidak 100 persen harus mempercayai informasi dari anak-anak kita hanya lewat via telepon atau WhatsApp,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya komunikasi yang intens antara orang tua dan anak, terutama bagi anak perempuan yang lebih rentan menjadi korban penculikan.
“Jadi peran orang tua itu sebetulnya harus jangan putus komunikasi, harus terus menerus membangun komunikasi. Jangan karena kesibukan kita lalai untuk berkomunikasi dengan mereka-mereka itu, dengan anak-anak kita,” tegasnya.
Sudirman sendiri memberikan contoh bagaimana ia menjaga komunikasi dengan anak-anaknya meskipun memiliki kesibukan.
“Saya ini kan, contoh kayak saya, saya ini kan hampir setiap hari di luar, kan. Tapi paling tidak di rumah itu ada istri yang standby, yang harus komunikasi terus. Dan saya paling tidak menyempatkan waktu untuk bisa bertemu mereka, memastikan mereka,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa anak-anak yang merasa tidak nyaman berkomunikasi dengan orang tua, cenderung mencari tempat curhat lain yang belum tentu aman.
“Apalagi kalau sampai anak kita yang senang curhat dengan orang lain itu adalah perempuan, anak gadis, itu lebih berbahaya lagi. Karena hampir rata-rata yang meninggalkan rumah atau yang kabur dari orang tua itu adalah anak-anak perempuan,” tambahnya.
Sudirman menegaskan bahwa orang tua merupakan gerbang utama dalam mengontrol anak-anak, bukan orang lain.
“Terima kasih karena kenapa ataupun kemudian lain yang bisa mengontrol anak kita, bukan itu gerbang utamanya itu adalah orang tua sendiri,” pungkasnya. (mk/rm)