SAMARINDA – Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI/ILFA) Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Kaltimtara) secara tegas menolak rencana penghapusan Pasal 110 Ayat (1) dan Ayat (5) dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Rencana ini diinisiasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan mendapat tanggapan keras dari berbagai pihak terkait.
Ketua Umum DPW ALFI/ILFA Kaltimtara, Mohamad Gobel, menyatakan bahwa penghapusan pasal tersebut akan mengakibatkan ketidakseimbangan dalam persaingan usaha di sektor kepelabuhanan.
“Jika pasal ini dihapus, akan ada monopoli tarif dan tindakan sewenang-wenang oleh penyedia jasa pelabuhan,” ujar Gobel pada Rabu (21/8/2024).
Menurut Gobel, asosiasi pengguna jasa kepelabuhanan memiliki perhitungan yang matang mengenai biaya-biaya yang dikenakan oleh penyedia jasa, yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
“Hal ini penting untuk memastikan persaingan usaha yang sehat serta penetapan tarif yang wajar dan tidak memberatkan anggota asosiasi,” tambahnya.
Sekretaris Umum DPW ALFI/ILFA Kaltimtara, H. Widjanarko, menambahkan bahwa menghapus keterlibatan asosiasi dalam penentuan tarif akan memunculkan arogansi dari pihak penyedia jasa.
“Tanpa pasal tersebut, pelaku usaha dan masyarakat bisa dirugikan, karena tarif bisa ditetapkan secara sepihak oleh otoritas pelabuhan,” tegasnya.
Wied-sapaan akrab Widjanarko, menjelaskan bahwa di pelabuhan Samarinda, penyusunan dan penetapan tarif selama ini telah berjalan dengan baik melalui kerja sama antara pengguna dan penyedia jasa.
“Jika pasal yang mengatur hal ini dihapus, akan membuka peluang bagi otoritas pelabuhan untuk bertindak sewenang-wenang, terutama dalam menetapkan tarif terkait penggunaan perairan dan jasa kepelabuhanan,” ujar Wied.
Sebagai informasi, usulan penghapusan yang diajukan oleh DPR RI terkait Pasal 110 dalam UU Pelayaran mengatur bahwa tarif untuk penggunaan perairan dan jasa kepelabuhanan harus dikonsultasikan dengan pemerintah dan disepakati antara penyedia jasa serta asosiasi pengguna jasa.
“Kami menilai Penghapusan pasal ini sebagai langkah yang dapat merugikan sektor logistik dan pelabuhan, serta mengancam stabilitas usaha di bidang logistik,” pungkasnya. (mk/rm)