spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Marak Mafia Hukum Kepailitan, Advokat Dilaporkan ke Bareskrim Polri

BALIKPAPAN – Isu kepailitan marak terdengar belakangan ini, perusahaan tekstil raksasa Sritex yang baru-baru ini dinyatakan pailit merupakan salah satu kasus kepailitan paling ramai di Indonesia. Tidak lepas dari isu kepailitan adalah maraknya praktik mafia hukum kepailitan, di mana kepailitan menjadi strategi untuk menguntungkan salah satu pihak secara semena-mena dan merugikan pihak lainnya.

Tidak hanya Sritex, kasus kepailitan PT Hotel Bahtera Jaya Abadi, salah satu hotel paling ikonik di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur juga mengundang banyak perhatian.

Hotel Bahtera memiliki debitur Bank BPD Kaltim dan karena terimbas pandemi Covid-19 lalu, mengalami penurunan penghasilan. Sayangnya, bukannya diberikan dispensasi, Hotel Bahtera malah dipailitkan secara fiktif, berdasarkan laporan debitur tiga nama individu yang ternyata merupakan pengguna KTP Palsu.

Baru-baru ini, perwakilan hukum Hotel Bahtera telah melaporkan seorang Advokat berinisial JA, VY dan kawan-kawan atas dugaan tindak pidana pemalsuan ke Bareskrim Polri pada tanggal 16 Desember 2024, hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHP dan pasal 242 KUHP Jo pasal 55.

Secara kronologis, perkara ini bermula ketika Hotel Bahtera dilaporkan oleh Advokat berinisial JA, VY dan kawan-kawan tersebut yang mengaku merupakan kuasa hukum dari sekelompok orang, salah satunya bernama Yongki. Yongki dan lainnya mengajukan permohonan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) pada 2020 di Pengadilan Niaga Surabaya terhadap Hotel Bahtera, dengan nominal Rp 7 milyar.
Namun setelah ditelusuri, Yongki dan dua orang lainnya tidak pernah memiliki hubungan utang piutang dengan Hotel Bahtera.

Sesuai informasi manajemen saat itu, Yongki dan kelompoknya tidak saling mengenal dengan manajemen resmi Hotel Bahtera. Selain itu, perwakilan manajemen tidak pernah menerima permohonan PKPU resmi karena alamat yang dituliskan di dalam permohonan PKPU tersebut adalah palsu dan bukan alamat gedung Hotel Bahtera.

“Kami menyayangkan tindakan pengajuan PKPU oleh pihak yang tidak memiliki hubungan hutang piutang dengan manajemen resmi. Selain itu kami juga sangat menyayangkan tindakan advokat JA dan VY yang kami laporkan ini yang membela para pemohon PKPU atas nama Yongki yang menggunakan KTP palsu atau tidak dikenal alamatnya,” ujar Rio S Tambunan, selaku kuasa hukum Hotel Bahtera.

Rio juga menambahkan debitur fiktif ini sudah pernah dilaporkan ke kepolisian, namun belum ada perkembangan sampai saat ini.
Pengadilan Niaga Surabaya kemudian menyatakan Hotel Bahtera dalam PKPU dan pailit, meskipun pemohon menggunakan KTP palsu. Putusan Pengadilan Niaga Surabaya ini juga membuahkan banyak pertanyaan, terutama karena baru-baru ini isu korupsi di Pengadilan Surabaya cukup mengguncangkan masyarakat akibat vonis bebas Ronald Tannur.
Akibat dari mafia kepailitan ini sangatlah destruktif. Kini Hotel Bahtera tidak dapat beroperasi dan para karyawan pun terpaksa harus di rumahkan.

“Berat sekali rasanya kami harus kehilangan pekerjaan kami. Sudah puluhan tahun saya bekerja di sini dan kini harus berhenti dan kehilangan penghasilan,” ujar salah satu perwakilan kumpulan karyawan Hotel Bahtera yang telah kerja puluhan tahun.

Kepastian hukum dalam memberantas praktik mafia kepailitan ini sangatlah penting, terutama di era Presiden Prabowo yang baru saja memulai kepemimpinannya. Sampai berita ini ditulis, pelaporan atas advokat JA, VY, dan kawan-kawan yang berada di Bareskrim Polri Jakarta.

Pewarta: Aprianto
Editor: Yahya Yabo

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

INFO GRAFIS