spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kemenag Kukar Jalankan BRUS, Tekan Angka Pernikahan Dini

TENGGARONG – Banyaknya angka pernikahan dini seakan masih menjadi masalah yang cukup serius di tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Padahal Pemerintah telah menerbitkan Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Jelas dalam aturan ini usia minimal untuk melangsungkan pernikahan adalah 19 tahun.

Namun faktanya, aturan ini tidak cukup efektif untuk menekan angka pernikahan dini di tengah masyarakat. Ada serentetan faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini, mulai dari masalah ekonomi, tekanan sosial, hingga karena hamil di luar nikah.

Di Kutai Kartanegara (Kukar) sendiri, upaya menekan angka pernikahan dini terus dilakukan oleh berbagai pihak. Salah satunya dilakukan oleh Kementerian Agama (Kemenag) Kantor Wilayah (Kanwil) Kukar.

Dengan menjalankan program Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS), Kemenag Kukar gencar melakukan sosialisasi dan pembinaan terhadap remaja. Khususnya hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan.

“Karena hampir banyak pasangan nikah dini itu cerai. Ini sebuah fenomena, apalagi di sisi lain pernikahan dini itu kerap terjadi karena insiden. Jadi dengan BRUS ini kami menekankan tanggung jawab,” kata Kepala Kanwil Kemenag Kukar, Nasrun, Rabu (6/9/2023).

Program BRUS ini sendiri telah berjalan sekitar lima tahun. Selain membantu menekan pernikahan dini. Juga membantu masyarakat dalam urusan menikah hingga dokumen kependudukan. Mengingat banyaknya pernikahan yang tidak tercatat kan di Kukar, yang berpengaruh pada status anak.

Program ini diharapkan menjadi sarana edukasi dan konsultasi para remaja terkait pernikahan. Mulai dari filosofi, pemecahan masalah hingga kesehatan reproduksi. Kemenag Kukar memberikan pembekalan pernikahan kepada para remaja penerus bangsa ini.

“Rumah tangga itu tidak hanya sekadar menikah atau reproduksi. Tapi tanggung jawab berkeluarga dan lainnya. Sehingga kemudian saat mereka sudah memutuskan saatnya menikah, sudah siap,” jelasnya.

Nasrun juga turut menyebut kendala yang dihadapi jajarannya dengan program ini. Yakni keterbatasan anggaran dan SDM. Untuk itu, dirinya sangat terbuka dalam hal bekerja sama.

“Kami membuka opsi untuk bekerja sama dengan siapa saja, termasuk pemerintah daerah. Karena memang hal seperti ini terkadang aib, jadi mereka sungkan untuk konsultasi padahal kami membukanya. Dan kami menyediakan solusi dan layanan untuk mereka,” pungkasnya.(Rm)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img