PPU – Asosiasi Bio Agroinput Indonesia (ABI), bersama PT Artha Prima Humatindo (APH) dan PT Prima Agro Tech (PAT), melakukan kunjungan studi evaluasi terhadap teknologi budidaya padi di Penajam Paser Utara (PPU). Khususnya teknologi budidaya di lahan sulfat masam di tiga desa: Desa Sebakung Jaya, Desa Sri Raharja, dan Desa Rawa Mulia, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara, Rabu, (4/9/2024).
Acara ini dihadiri oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Direktur Serealia Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Ketua Umum ABI, dosen tetap Universitas Pertahanan Kementerian Pertahanan, serta undangan lainnya.
Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya untuk mengevaluasi dan meningkatkan produksi serta produktivitas padi melalui perluasan areal tanam (PAT) dan penerapan teknologi budidaya yang tepat dan berkelanjutan di lahan sawah sulfat masam. Lahan-lahan ini tersebar luas di Pulau Kalimantan, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Lampung, Provinsi Sulawesi Selatan, dan beberapa provinsi lainnya.
“Kecamatan Babulu telah menjadi sentra lumbung pangan, dan kami berkomitmen untuk meningkatkan produksi pertanian dan produktivitas melalui berbagai upaya, termasuk pemanfaatan teknologi yang tepat. Dengan tantangan pH tanah yang rendah dan kondisi lahan yang sulit, kami berharap program ini dapat memberikan solusi nyata bagi para petani,” jelas Kepala Dinas Pertanian (Distan) PPU, Andi Traso.
Evaluasi menunjukkan bahwa lahan sulfat masam di PPU menghadapi berbagai tantangan, seperti PH tanah yang sangat masam, rendahnya kandungan hara, serta tingginya kandungan pirit dan toksisitas aluminium. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 menunjukkan bahwa produktivitas padi di wilayah ini hanya sekitar 2-3 ton per hektar, jauh di bawah rata-rata nasional.
Rendahnya produktivitas ini juga dipengaruhi oleh serangan OPT tinggi, seperti blas, kresek, penggerek batang padi, dan Wereng Batang Cokelat (WBC). ABI memperkenalkan konsep PROFITISASI pertanian sebagai solusi.
“Konsep ini tidak hanya fokus pada intensifikasi atau ekstensifikasi tetapi juga pada penurunan harga pokok produksi dan pengurangan risiko kegagalan produksi,” ucap Andi.
ABI mengusulkan penerapan teknologi budidaya yang tepat guna, seperti penggunaan biostimulan, pupuk mikro majemuk, pembenah tanah, dan pestisida alami. Teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing pertanian lokal dengan biaya yang lebih rendah dan hasil yang lebih baik.
“Kami percaya bahwa kunci untuk kedaulatan pangan dan peningkatan daya saing produk pertanian terletak pada penggunaan sarana produksi dari industri dalam negeri. Dengan penerapan teknologi yang tepat dan dukungan dari pemerintah serta edukasi kepada petani, kami yakin produktivitas padi di lahan sulfat masam dapat meningkat secara signifikan,” terang Ketua Umum ABI, Gunawan Sutio.
Program ini juga didukung oleh dosen tetap Universitas Pertahanan Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Iswan Gunadi, yang turut memberikan pandangan akademis mengenai aplikasi teknologi budidaya yang inovatif. Dengan pendekatan yang berfokus pada pengurangan biaya produksi, pengelolaan risiko yang lebih baik, dan adaptasi teknologi yang sesuai dengan kondisi lokal.
“ABI dan mitra berharap dapat meningkatkan hasil dan keuntungan petani, serta mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan di wilayah ini,” pungkasnya. (ADV/*DiskominfoPPU/SBK)