SAMARINDA – Belum kelar soal antrean BBM, kini masyarakat di hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) harus kembali menghadapi kelangkaan gas Elpiji 3 kilogram. Di kota Samarinda, dampak dari kelangkaaan Elpiji ini mengakibatkan lonjakan harga yang cukup tinggi hingga mencapai Rp 30 ribu per tabung.
Salah satu warga, Andi (30) mengeluhkan kelangkaan gas melon ini dalam beberapa hari terakhir. Sehingga terjadi lonjakan harga yang cukup signifikan. Terlebih yang membeli secara eceran di luar daripada agen.
“Beberapa hari ini gas susah dicari, ada beberapa tempat yang jual tapi ya harganya tinggi,” terangnya (08/01/2023).
Lainnya, Novi (28) yang merupakan warga Loa Janan mengaku membeli harga gas Elpiji langsung ke agen dengan harga Rp 23 ribu. Begitu pun dengan Hendra (30) seorang Pedagang gas eceran di Jalan Imam Bonjol mengaku sejak beberapa hari lalu dirinya tidak kunjung mendapatkan kiriman gas. Kira-kira dirinya memiliki 15 tabung kosong sejak 1 Januari 2024 lalu.
“Sudah banyak warga datang dan bertanya, namun sudah kosong sejak 1 Januari 2024 kemarin,” jelas Hendra (08/01/2023).
Setelah menerima beberapa warga yang mengalami kelangkaan gas melon sejak beberapa hari lalu, Wakil Wali Kota Samarinda, Rusmadi melakukan pertemuan dengan Hiswana Migas terkait dengan kelangkaan tersebut. Pertemuan ini dilakukan pada Senin (8/1/2024) siang.
Rusmadi jelaskan kelangkaan gas Elpiji 3 kilogram ini telah terjadi sejak awal bulan. Terutama yang dijual oleh beberapa pengecer. Sehingga pihaknya sepakat untuk menambah kuota gas melon. Analisanya, dikarenakan pada lonjakan kebutuhan Natal dan Tahun Baru, di mana adanya ketimpangan antara permintaan dan ketersediaan stok.
Ia jelaskan pihaknya meminta tambahan kuota sebanya 30.800 tabung. Sebagai langkah tindak lanjut dari kelangkaan ini, pihaknya meminta PT Pertamina, khususnya Hiswana Migas untuk memastikan gas terdistribusi dengan baik.
Sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati untuk menjadi agen Pertamina, maka setiap agen wajib dapat mendistribusikan 80 persen dari jumlah tabung kepada masyarakat yang membutuhkan. Lalu 20 persennya ke para pedagang.
“Untuk ke depan memastikan bahwa harga Elpiji itu stabil, distributor pangkalan bisa disiplin untuk mendistribusikan 20 persen ini kepada pedagang tetapi 80 persen kepada masyarakat,” tegasnya.
Rusmadi jelaskan distribusi Elpiji 3 kilogram ini secara mandatori diberikan kepada masyarakat yang kurang mampu dan pengusaha kecil juga menengah. Sehingga Ia menekankan kepada Asosiasi Agen Pertamina dapat memberikan data pelanggan dan juga pengecer kepada Pemkot Samarinda. Begitu pun, pihaknya akan memberikan data terbaru warga miskin di sekitar lingkungan agen.
“Tadi rapat juga memutuskan kepada pihak Hiswana Migas dan Asosiasi Agen untuk bisa menyampaikan data pelanggan dan juga pengecer secara utuh,” tegasnya.
Melihat persoalan kelangkaan bahan bakar, baik Elpiji dan BBM yang terus berulang setiap tahunnya, Pengamat Ekonomi yang juga Dosen Universitas Mulawarman, Purwadi mengatakan manajemen krisis baik Pemerintah Kota Samarinda dan PT Pertamina sangat buruk.
Menurutnya, jika memiliki pendataan yang bagus, seharusnya tren kelangkaan dapat dibaca dan diantisipasi sebelum merugikan masyarakat. Sehingga adanya fenomena ini jadi terkesan dipelihara terus-menerus tanpa belajar dari pengalaman sebelumnya. “Manajemen krisisnya buruk, seperti terpleset kulit pisang berkali-kali,” tambahnya.
Purwadi mengatakan fenomena ini selalu tidak memiliki solusi yang tepat. Meminta penambahan kuota terus-menerus pun kerap kali tidak sesuai.
Ia mencontohkan ketika Pemkot Samarinda meminta penambahan kuota 10 tabung, namun yang datang hanya 9 tabung. Hal ini tidak dapat dinegosiasi, terutama hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan rakyat.
Seharusnya, PT Pertamina segera memberikan layanan terbaiknya, salah satunya dengan digitalisasi agar lebih transparan. Keuntungan yang besar diterima PT Pertamina harusnya dapat menyajikan layanan yang terbaru di tengah kemajuan tekonologi ini. Belum lagi, memastikan gas Elpiji sampai pada masyarakat dan tepat sasaran juga menjadi tanggung jawab dari PT Pertamina.
“Jika memang tepat sasaran, sajikan datanya agar dapat dibuktikan, jangan hanya klaim saja,” jelasnya.
Bahkan, kerap kali dirinya menemukan para pemilik mobil mewah membeli tabung gas Elpiji 3 kilogram dengan jumlah yang banyak. Kurang lebih lima sampai enam tabung. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa pengawasannya juga lemah. Seharusnya PT Pertamina mampu memberikan data terbaru dan transparansi terkait distribusi gas Elpiji bersubsidi ini.
“Ini kan jelas untuk siapa, buka datanya, transparansi. Bahkan sampai tingkat RT juga harus main bersih tidak boleh curang dalam pendataannya,” pungkasnya.
Pewarta: RM
Editor: RM