SAMARINDA – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur mengecam keras persetujuan revisi keempat Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Persetujuan ini diambil dalam rapat yang digelar Senin (20/1/2025) pukul 23.14 WIB, dan disebut-sebut jauh dari transparansi serta minim partisipasi publik.
“Selain tidak melibatkan partisipasi publik, agenda revisi UU Minerba ini juga tidak termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2025,” ungkap Mareta Sari, Dinamisator JATAM Kaltim, dalam rilisnya.
JATAM menyoroti beberapa poin kontroversial dalam revisi tersebut, seperti pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 2.500 hektare kepada UMKM, dasar hukum Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) untuk organisasi masyarakat keagamaan dan perguruan tinggi, hingga prioritas WIUP untuk hilirisasi.
Selain itu, pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh menteri tanpa kejelasan kementerian yang berwenang juga dianggap membuka celah penyalahgunaan.
“Tindakan ini adalah bentuk pembancakan kekayaan alam secara berjamaah, sistematis, dan dilegalkan oleh gerombolan politikus di parlemen,” tegas Mareta.
JATAM Kaltim mencurigai adanya kepentingan elite politik berlatar belakang pebisnis yang berperan dalam proses ini. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), sebanyak 354 dari 580 anggota DPR RI periode 2024–2029 memiliki afiliasi bisnis.
Presiden terpilih Prabowo Subianto dan keluarganya juga disebut memiliki kepentingan langsung dalam bisnis pertambangan. Prabowo diketahui mengendalikan perusahaan tambang seperti PT Nusantara Energy, PT Nusantara Kaltim Coal, dan PT Erabara Persada Nusantara di Kalimantan Timur.
Catatan JATAM menunjukkan bahwa 34 dari 48 menteri dalam Kabinet Merah Putih terafiliasi dengan bisnis, termasuk 15 di antaranya yang terkait sektor ekstraktif. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga disebut memiliki kepentingan dalam bisnis nikel di Maluku Utara.
“Pemberian konsesi kepada kampus dan UMKM ini menunjukkan watak gerombolan pebisnis yang memanfaatkan nama besar perguruan tinggi sebagai alat legitimasi,” lanjut Mareta.
JATAM Kaltim mengutuk keras revisi ini karena dinilai membuka ruang eksploitasi alam yang berpotensi memicu bencana ekologis dan mengorbankan masyarakat. Mereka menuntut agar revisi UU Minerba dihentikan demi mencegah kerugian lebih besar.
Pewarta: K. Irul Umam
Editor: Agus Susanto