SAMARINDA – Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Nurhadi Saputra, angkat bicara terkait kasus penggelapan dana nasabah Bank Kaltimtara sebesar Rp1,6 miliar yang melibatkan oknum pegawai bank tersebut. Tuntutan hukuman tiga tahun penjara terhadap pelaku menuai sorotan tajam dari publik.
Nurhadi menyatakan dirinya memahami kekecewaan masyarakat terhadap tuntutan yang dinilai terlalu ringan. Ia juga menegaskan bahwa DPRD Kaltim turut menyayangkan hal tersebut.
“Kami semua menyayangkan, bukan hanya netizen. Dari pihak DPRD juga tentu menyayangkan apabila hukumannya terlihat terlalu ringan,” ujarnya saat dikonfirmasi wartawan melalui sambungan telepon, Rabu (15/5/2025).
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa proses hukum harus tetap dihormati, namun berharap pihak kejaksaan dapat lebih tegas dalam menegakkan keadilan agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga keuangan daerah.
“Jangan sampai gara-gara kasus ini, para nasabah Bank Kaltimtara merasa kecewa, kapok, bahkan enggan lagi untuk menabung di sana,” tambahnya.
Nurhadi juga menyoroti bahwa kasus ini tidak hanya mencoreng citra Bank Kaltimtara sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), tetapi juga dapat merusak kepercayaan publik terhadap Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur secara keseluruhan.
Ia berharap kejaksaan mempertimbangkan langkah lanjutan seperti upaya banding, agar proses hukum benar-benar memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Renanda menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari pengakuan korban bernama Jaleha, yang mengklaim telah menitipkan dana sebesar Rp250 juta kepada terdakwa untuk ditabung. Namun, dana tersebut tidak tercatat secara resmi dalam sistem perbankan.
“Korban tidak bisa membaca dan menulis, sehingga meminta bantuan terdakwa untuk menabungkan uang. Namun menurut terdakwa, uang tersebut adalah pinjaman. Padahal, jika memang pinjaman, seharusnya ada pencatatan formal,” jelas Renanda.
JPU juga menyebut bahwa terdakwa tidak mengakui seluruh jumlah dana yang disebutkan korban. Ia hanya mengakui menerima sekitar Rp1,65 miliar, yang menurutnya merupakan pinjaman pribadi, disertai bukti berupa kwitansi.
Pengadilan mencatat sejumlah barang bukti, termasuk belasan lembar kwitansi pembayaran dari terdakwa kepada korban dan suaminya, serta salinan rekening koran atas nama Jaleha di Bank Kaltimtara.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Tanjung Selor, Chsirtoper, menyampaikan bahwa tuntutan jaksa mencakup perintah agar terdakwa tetap ditahan, serta pengesahan barang bukti yang telah disita selama proses penyidikan.
“Majelis hakim akan mempertimbangkan tuntutan JPU dalam putusan nanti. Untuk sementara, terdakwa tetap ditahan hingga putusan dijatuhkan,” ujar Chsirtoper.
Hingga berita ini diturunkan, pihak terdakwa maupun kuasa hukumnya belum memberikan tanggapan terkait tuntutan tersebut. Sidang lanjutan dijadwalkan digelar dalam beberapa pekan ke depan untuk pembacaan putusan.
(Adv/DPRD Kaltim/NRD)