spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Penyegelan Lapangan Vorvo, Pengamat: Harus Segera Ada Win-Win Solution

SAMARINDA – Penyegelan lapangan Vorvo yang berada di Jalan Sawo, Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu ini telah berlangsung sekitar setahun belakangan ini. Hal ini mengakibatkan lahan yang telah dikupas oleh pihak ketiga terbengkalai dengan plang segel yang masih berdiri tegak.

Bahkan polemik dan ketegangan sempat terasa antara Pemerintahan Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Kota Samarinda. Momen saling sindir terkait kejadian tersebut pun tak terelakkan saat Pembukaan Festival Mahakam 2023 pada November kemarin.

Tepat Januari 2024 ini, setahun paska proses segel yang dilakukan oleh Pemkot Samarinda melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kota Samarinda.

Direktur Pusat Studi Perkotaan, Planosentris Farid Nurrahman menilai permasalahan ini telah berlarut-larut sama sekali belum menemukan solusinya.

Menurutnya ada beberapa hal yang perlu dipahami, bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan rawan banjir. Terlebih isu strategis dalam RTRW Kota Samarinda juga berkaitan dengan pengendalian banjir. Sehingga jika memandang dari peraturan tersebut maka tindakan Pemerintah Kota Samarinda sudah sesuai dengan kepentingan publik.

Ia jelaskan dalam kepemilikan aset memiliki dua hukum, yaitu hak kepemilikian dan hak pengembangan. Hak kepemilikan memang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Kaltim, namun hak pengembangan pihak ketiga harus mengantongi izin pengembangan yang diterbitkan Pemkot Samarinda.

“Jadi walaupun kita memiliki tanah, izin pengembangannya juga harus diberikan oleh Pemkot Samarinda sesuai dengan RTRW,” jelasnya.

Menurutnya, pihak Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur juga harus meninjau kembali terkait diberikannya izin kepada pihak ketiga untuk mengelola aset tersebut menjadi lahan komersil. Sehingga fungsinya akan berubah, dahulu lahan tersebut merupakan milik publik dan jika menjadi mini soccer akan menjadi milik privat.

“Maka pertanyaannya apakah memang boleh di pihak ketigakan dan hal ini sesuai dengan peraturan?,” tanyanya.

Farid juga mengatakan daerah tersebut telah jelas menjadi kawasan rawan banjir, seharusnya jika pun ingin bekerja sama dengan pihak ketiga sebaiknya menggunakan lahan lain yang lebih strategis untuk dijadikan lahan usaha. Masalah ini telah berlarut-larut dan hampir setahun tidak ada solusinya. Sebaiknya Pemerintah Kota Samarinda dan Pemerintah Provinsi duduk bersama untuk mencari solusi terbaiknya.

“Pihak ketiga juga dapat meminta mediasi dengan didampingi lembaga yang lebih independen atau akademisi,” tambahnya.

Solusi lain, Farid jelaskan dalam Detail Engineering Desain (DED) nya dapat disatukan antara pembangunan lapangan mini soccer dan juga pengendalian banjir. Sehingga dapat tetap berjalan keduanya. Selain itu, Pemprov Kaltim juga dapat merekomendasikan lokasi lain sehingga lahan tersebut dapat kembali ke fungsi awal.

“Harus ada win-win solution, daripada terus berlarut-larut,” ungkapnya.

Walaupun, Farid ungkapkan lahan tersebut memang tidak terlalu besar untuk daerah serapan. Namun menurutnya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Samarinda sudah tepat. Pertimbangannya dari letak kawasan tersebut berada di daerah rawan banjir.

Ia jelaskan jika kawasan tersebut akan dijadikan kolam retensi, sebelumnya Pemkot Samarinda harus melakukan evaluasi dari kolam-kolam yang telah dibangun di daerah tersebut. Kolam yang ada umurnya kurang lebih hampir 20 tahun. Ia memandang akan lebih efektif jika Pemkot Samarinda memperbaiki gorong-gorong arah Jalan Ruhui Rahayu dan Jalan dr Soetomo yang sebelumnya telah dibongkar besar-besaran.

“Kita bisa lihat ketika hujan deras melanda, apakah banjir? Iya masih ada, tapi kan lebih cepat turunnya, sehingga hal tersebut (perbaikan gorong-gorong) lebih efektif,” jelasnya.

Farid mengatakan baik Pemprov Kaltim dan Pemkot Samarinda harus sama-sama menemukan solusinya. Pihak ketiga juga perlu di evaluasi, seharusnya tidak memulai kegiatan proyek apa pun saat izin belum turun. Hal ini akan menjadi pertanyaan besar, seolah pihak ketiga sangat yakin akan diberikan izin pengembangan.

Terlebih letak lahan yang berada di tengah kota dengan lalu lalang yang cukup masif. Hal ini sangat beresiko tinggi. Penyegelan dalam beberapa tahun terakhir sangat masif dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia paska penetapan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.

“Tidak heran penyegelan ini sedang masif dilakukan, terutama di beberapa wilayah seperti Kota Balikpapan, Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara,”pungkasnya.

 

Pewarta: RM

Editor: RM

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img