spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Tren Inflasi Kaltim Turun, Tantangan Biaya Hidup Lebih Tinggi

SAMARINDA – Optimisme pada penurunan angka inflasi secara tahunan (year on year/y-on-y) menjadi 1,36 persen pada Maret 2025. Provinsi Kalimantan Timur masih menghadapi realitas ekonomi yang kompleks. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan cukup tajam dibandingkan Maret 2024 yang mencatat inflasi 3,03 persen. Namun, angka bukan satu-satunya indikator kesejahteraan masyarakat.

Penurunan inflasi secara makro tidak serta merta berarti harga-harga di pasar telah terkendali secara merata. Justru, kelompok pengeluaran seperti makanan, minuman, dan tembakau mengalami kenaikan harga sebesar 3,84 persen, kelompok yang sangat sensitif dan berdampak langsung terhadap konsumsi rumah tangga harian.

“Yang paling menonjol adalah kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya yang naik hingga 7,37 persen. Ini menunjukkan adanya tekanan biaya dari sisi kebutuhan sekunder yang mulai bergerak menjadi kebutuhan primer,” jelas Kepala BPS Kaltim, Yusniar Juliana dalam keterangannya, Jumat (11/4/2025).

Kenaikan terjadi pada kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran (2,11 persen), kelompok kesehatan (1,99 persen), dan kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya (1,64 persen). Hal ini mengindikasikan pola konsumsi masyarakat yang kembali meningkat, namun memperlihatkan kenaikan beban pengeluaran.

Beberapa kelompok pengeluaran memang mengalami deflasi, seperti perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang turun sebesar 4,06 persen. Namun, penurunan ini bisa mencerminkan penurunan daya beli atau konsumsi masyarakat terhadap sektor tersebut, bukan semata efisiensi harga.

Selain itu, kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan turut turun sebesar 0,64 persen. Ini bisa menjadi sinyal perlambatan pada pengeluaran digital yang sebelumnya meningkat pasca pandemi.

Dari sisi wilayah, Kabupaten Berau mencatat inflasi tertinggi sebesar 1,71 persen, diikuti Kota Balikpapan (1,38 persen) dan Kota Samarinda (1,29 persen). Sementara inflasi terendah terjadi di Penajam Paser Utara (1,19 persen). Ketimpangan ini menandakan bahwa struktur harga dan pasokan barang berbeda-beda di setiap daerah, bergantung pada logistik, akses pasar, dan konsumsi masyarakat lokal.

Secara keseluruhan, meski inflasi menurun, masyarakat masih dibebani oleh lonjakan harga pada komoditas utama dan jasa yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan harian. Apabila tidak diimbangi dengan pertumbuhan pendapatan atau intervensi harga yang efektif, beban hidup bisa tetap tinggi meski inflasi rendah secara statistik.

Dengan inflasi month to month (m-to-m) sebesar 2,02 persen dan year to date (y-to-d) 0,75 persen, Kaltim menunjukkan dinamika harga yang masih fluktuatif. Stabilitas ekonomi makro perlu terus dikawal agar tidak berhenti diangka statistik, melainkan terasa nyata di kantong masyarakat.

Pewarta: Hanafi
Editor: Yahya Yabo

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

INFO GRAFIS