TANJUNG REDEB – Kabupaten Berau resmi mencatatkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2025 tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur, yakni sebesar Rp 4.081.390,31. Angka tersebut disepakati setelah rapat Dewan Pengupahan Berau dan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau, Zulkifli Hasan, mengungkapkan bahwa capaian ini merupakan hasil perhitungan berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) serta mempertimbangkan kondisi ekonomi dan sosial di Berau.
“Dengan UMK sebesar ini, kami berharap dapat mendorong peningkatan kesejahteraan pekerja sekaligus menjaga hubungan industrial yang harmonis,” ujarnya.
Menurutnya, dari beberapa Kabupaten/Kota se-Kaltim yang telah menetapkan UMK didaerahnya, UMK Berau menjadi yang tertinggi di Kalimantan Timur. UMK Berau 2025 sebesar Rp 4.081.396, Penajam Paser Utara (PPU) sebesar Rp 3.957.345,9, Bontang sebesar Rp 3.780.012,66, Balikpapan sebesar Rp 3.701.508, Kutai Timur sebesar Rp 3.743.820 dan Paser sebesar Rp 3.591.565,53.
Dikatakannya, terlihat bahwa UMK Berau unggul dibandingkan daerah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN), seperti PPU dan Kutai Kartanegara, serta kota besar seperti Balikpapan dan Samarinda.
Menurut Zulkifli, tingginya UMK Berau dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Biaya hidup di Kabupaten Berau yang cukup tinggi. Terutama, karena daerah memiliki banyak pekerja di sektor strategis seperti pertambangan dan perkebunan.
“Memang biaya hidup di Berau ini cukup mahal, wajar saja kalau UMK kita besar,” ucapnya.
Kemudian, Kontribusi Sektor Unggulan yakni Sektor pertambangan dan perkebunan memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi daerah, sehingga upah minimum mencerminkan kemampuan sektor ini untuk mendukung kesejahteraan pekerja.
Selain itu, Penyesuaian UMK juga mempertimbangkan inflasi yang terjadi di Berau, sehingga pekerja dapat tetap memiliki daya beli yang memadai.
“Kedua faktor itu juga sangat mempengaruhi besaran UMK suatu daerah,” jelasnya.
Zulkifli menegaskan bahwa meskipun UMK Berau tertinggi, tantangan tetap ada dalam implementasinya. Perusahaan diharapkan dapat memenuhi kewajiban ini tanpa mengurangi tenaga kerja atau efisiensi operasional.
“Kami terus memantau dan memastikan bahwa semua perusahaan mematuhi ketentuan ini, sekaligus menjaga kelangsungan usaha mereka,” tandasnya. (Ril)